Jakarta – Suku Berber, yang dikenali sebagai warga asli Afrika Utara, sudah lama tempati daerah yang menghampar dari barat Sungai Nil sampai pantai Atlantik. Dengan populasi sekitaran 36 juta jiwa, komune Berber menyebar di beberapa negara seperti Maroko, Aljazair, Libya, dan Tunisia. Di Maroko, jumlah mereka nyaris capai 20 juta jiwa, sedangkan di Aljazair ada sekitaran 13 juta jiwa. Diaspora Berber menyebar di Eropa, termasuk Prancis, Belanda, dan Belgia, dan di Amerika Serikat.
Istilah “Berber” asal dari kata Yunani Kuno “barbaroi,” yang bermakna “orang asing” atau “barbar.” Tetapi, warga ini tambah sukai disebutkan “Amazigh,” yang bermakna “orang bebas.” Nama ini menggambarkan semangat kemerdekaan dan jati diri mereka, yang kerap kali disalahartikan oleh orang luar.
Sepanjang sejarah, orang Berber sudah mainkan peranan penting pada beragam peradaban. Figur populer seperti Zinedine Zidane, bekas pemain sepak bola internasional, dan Ibnu Batuta, seorang pengembara Muslim yang legendaris, mempunyai akar Berber. Thariq bin Ziyad, seorang pimpinan militer Berber, mainkan peranan kunci dalam penguasaan Andalusia di tahun 711 M, kejadian yang diingat dalam sejarah Islam.
Secara bersejarah, suku Berber sudah menempati daerah Tamasgha, yang meliputi tempat dari Mesir barat sampai Atlantik. Mereka hidup sebagai petani, pedagang, dan pejuang, membuat kerajaan seperti Numidia dan Mauritania. Pada periode Romawi, mereka dikenali sebagai pejuang dan peternak yang kuat, bahkan juga membangun dinasti sendiri di Mesir sepanjang Dinasti ke-22 dan ke-23.
Tetapi, sejarah mereka diwarnai rintangan. Pada era ketujuh SM, mereka hadapi agresi dari Kekaisaran Romawi dan gempuran dari suku Vandal. Kemudian, penebaran Islam bawa peralihan besar, dengan beberapa suku Berber yang beragama baru ini dan mainkan peranan penting pada penguasaan Iberia.
Dalam sejarah kekinian, perjuangan Berber untuk menjaga jati diri budaya mereka hadapi beragam rintangan. Pada era ke-19, penjajahan Prancis di Aljazair coba memisah jati diri Berber dari Arab, yang selanjutnya jadi sumber kemelut. Di tahun 1980, pergerakan Amazighisme ada sebagai reaksi pada usaha arabisasi, yang berpuncak pada perlawanan dan protes.
Bendera Amazigh, yang terbagi dalam warna biru, hijau, dan kuning dengan lambang huruf “Yas” merah, sekarang jadi lambang jati diri dan kebebasan mereka. Di tahun 2001, protes di Kabilia sesudah kematian seorang mahasiswa Berber memacu peralihan besar, dengan pemerintahan Aljazair mengaku Tamazight sebagai bahasa nasional ke-2 . Di Maroko, Tamazight sudah dianggap sebagai bahasa sah di beberapa sekolah.
Ini hari, orang Berber terus berusaha untuk menjaga peninggalan dan jati diri budaya mereka di tengah-tengah globalisasi serta modernisasi. Mereka masih tetap jadi lambang kebebasan dan ketahanan di Afrika Utara, dengan peninggalan yang kaya dan kompleks yang tetap memengaruhi dunia.