Jakarta – Tembok Besar Cina ialah sebuah kreasi arsitektur bersejarah yang melewati beragam jaman dan peradaban. Berdiri kuat seperti naga raksasa, tembok ini sudah jadi saksi bisu sejarah penuh rekayasa, penguasaan, dan tekad manusia yang tidak mengenal batasan. Sepanjang beratus-ratus tahun, tembok ini melihat pengorbanan juta-an jiwa yang terbagi dalam petani, budak, terpidana, dan masyarakat jelata yang kerahkan tiap tetes keringat dan darah mereka untuk membuat benteng pertahanan yang diingat sebagai lambang ketahanan dan kegigihan.
Dengan panjang capai 21.196 km, tembok ini menyambungkan Laut Bohai disebelah timur sampai Gurun Gobi di samping barat. Dikukuhkan sebagai satu dari Tujuh Fenomena Dunia, Tembok Besar Cina jadi saksi sejarah arsitektur pertahanan yang revolusioner, khususnya sepanjang masa Musim Semi dan Musim Luruh di antara era kedelapan sampai era kelima SM. Bangsa-bangsa seperti Qin, Wei, Zhao, Qi, Han, Yan, dan Zhongshan membuat dinding-dinding ini untuk meredam gempuran lawan, memakai beberapa bahan seperti batu, tanah, dan kerikil yang dipadatkan antara frame papan.
Di tahun 221 SM, Raja Zheng dari Dinasti Qin menjadikan satu tanah Cina dan melantik dianya sebagai kaisar pertama Dinasti Qin. Dia memerintah perusakan beberapa bagian tembok yang memisah kekaisarannya dari bangsa-bangsa awalnya, tapi teror dari beberapa suku di utara memaksakan Raja Zheng membuat tembok baru yang menyambungkan benteng-benteng yang masih ada di sepanjang tepian utara kekaisaran.
Juta-an karyawan, termasuk petani, masyarakat jelata, budak, dan terpidana, mempertaruhkan segala hal untuk membuat tembok besar ini. Beberapa bahan untuk konstruksi diupayakan memakai sumber daya lokal, dengan batu-batuan dari pegunungan dan tanah dan kerikil di daratan. Beberapa ratus ribu karyawan diprediksi meninggal pada proses pembangunan ini, dengan cerita-kisah mereka terpendam dalam debu waktu.
Pada masa kekaisaran seterusnya, Dinasti Han membenahi dan meluaskan Tembok Besar membuat perlindungan peradaban dari gempuran bangsa nomaden di utara. Usaha besar dilaksanakan pada periode Dinasti Sui (581-618 M) untuk perkuat tembok ini, mengidentifikasi zaman baru dalam sejarah pertahanan Cina. Selama saat Dinasti Tang (618-907 M), tembok ini berdiri tanpa pembaruan krusial.
Pada era ke-13 dan ke-14, bangsa Mongol serang tiada henti, menggerakkan Dinasti Ming (1368-1644 M) untuk menyalurkan sumber daya besar buat perkuat tembok ini. Mereka membuat sampai 25.000 menara pengawas, membuat benteng lebih kuat dan sulit memakai batu bata dan batu yang benar-benar kuat. Pada periode Dinasti Ming, jenderal Qi Jiguang perkuat dinding ini, membuat sekitaran 1.200 menara pengawas dari Shanhaiguan sampai Jiayuguan.
Pada era ke-13 dan ke-14, seorang pengembara Muslim dari Afrika Utara namanya Ibnu Batuta berkunjung Cina dan menulis kehadiran Tembok Besar. Orang Eropa baru capai Cina dengan kapal di awal era ke-16 dan catatan mengenai tembok ini mulai tersebar di Eropa. Sesudah Cina buka pintu gerbangnya ke dunia luar karena kekalahan dalam Perang Candu, Tembok Besar berdiri sebagai saksi peralihan jaman.
Di tahun 2009, Tubuh Survey dan Penskalaan dan Tubuh Administrasi Peninggalan Budaya Republik Masyarakat Cina mengawali riset untuk ungkap kebenaran panjang tembok ini, temukan jika keseluruhan panjangnya capai sekitaran 21.196 km. Tetapi, cuma sekitaran 8.850 km yang tetap berdiri dengan kuat. Riset ungkap kehadiran beberapa bagian tembok yang lain capai 359 km, parit sepanjang 2.232 km, dan pemisah alami seperti bukit-bukit dan sungai.
Laporan pelestarian di awal tahun 2004 mengutarakan jika cuma sepertiga dari panjang 6.350 km dari Tembok Besar yang tetap berdiri. Warga di tempat yang ada di sekitaran beberapa situs kuno ini kerap memakai batu bata dari tembok besar untuk membuat rumah dan kandang hewan peternak. Tembok Besar Cina ialah mosaik dengan keadaan yang tidak sama, jadi lambang kemampuan yang sekarang jadi magnet rekreasi yang memikat pengunjung dari penjuru dunia.